Di bawah ini
penyair-penyair yang sering menggunakan kata-kata warna
GADIS PEMINTA-MINTA
Oleh :
Toto Sudarto Bachtiar
Oleh :
Toto Sudarto Bachtiar
Setiap kali bertemu, gadis kecil berkaleng kecil
Senyummu terlalu kekal untuk kenal duka
Tengadah padaku, pada bulan merah jambu
Tapi kotaku jadi hilang, tanpa jiwa
Senyummu terlalu kekal untuk kenal duka
Tengadah padaku, pada bulan merah jambu
Tapi kotaku jadi hilang, tanpa jiwa
Ingin aku ikut, gadis kecil berkaleng kecil
Pulang ke bawah jembatan yang melulur sosok
Hidup dari kehidupan angan-angan yang gemerlapan
Gembira dari kemayaan riang
Pulang ke bawah jembatan yang melulur sosok
Hidup dari kehidupan angan-angan yang gemerlapan
Gembira dari kemayaan riang
Duniamu yang lebih tinggi dari menara katedral
Melintas-lintas di atas air kotor, tapi yang begitu kau hafal
Jiwa begitu murni, terlalu murni
Untuk bisa membagi dukaku
Melintas-lintas di atas air kotor, tapi yang begitu kau hafal
Jiwa begitu murni, terlalu murni
Untuk bisa membagi dukaku
Kalau kau mati, gadis kecil berkaleng kecil
Bulan di atas itu, tak ada yang punya
Dan kotaku, ah kotaku
Hidupnya tak lagi punya tanda
Bulan di atas itu, tak ada yang punya
Dan kotaku, ah kotaku
Hidupnya tak lagi punya tanda
IBU KOTA SENJA
Toto Sudarto Bachtiar
Toto Sudarto Bachtiar
Penghidupan sehari-hari, kehidupan sehari-hari
Antara kuli-kuli berdaki dan perempuan telanjang mandi
Di sungai kesayangan, o, kota kekasih
Klakson oto dan lonceng trem saing-menyaingi
Udara menekan berat di atas jalan panjang berkelokan
Antara kuli-kuli berdaki dan perempuan telanjang mandi
Di sungai kesayangan, o, kota kekasih
Klakson oto dan lonceng trem saing-menyaingi
Udara menekan berat di atas jalan panjang berkelokan
Gedung-gedung dan kepala mengabur dalam senja
Mengarungi dan layung-layung membara di langit barat daya
0, kota kekasih
Tekankan aku pada pusat hatimu
Di tengah-tengah kesibukanmu dan penderitaanmu
Mengarungi dan layung-layung membara di langit barat daya
0, kota kekasih
Tekankan aku pada pusat hatimu
Di tengah-tengah kesibukanmu dan penderitaanmu
Aku seperti mimpi, bulan putih di lautan awan belia
Sumber-sumber yang murni terpendam
Senantiasa diselaputi bumi keabuan
Dan tangan serta kata menahan napas lepas bebas
Menunggu waktu mengangkut maut
Sumber-sumber yang murni terpendam
Senantiasa diselaputi bumi keabuan
Dan tangan serta kata menahan napas lepas bebas
Menunggu waktu mengangkut maut
Aku tiada tahu apa-apa, di luar yang sederhana
Nyanyian-nyanyian kesenduan yang bercanda kesedihan
Menunggu waktu keteduhan terlanggar di pintu dinihari
Serta keabadian mimpi-mimpi manusia
Nyanyian-nyanyian kesenduan yang bercanda kesedihan
Menunggu waktu keteduhan terlanggar di pintu dinihari
Serta keabadian mimpi-mimpi manusia
Klakson dan lonceng bunyi bergiliran
Dalam penghidupan sehari-hari, kehidupan sehari-hari
Antara kuli-kuli yang kembali
Dan perempuan mendaki tepi sungai kesayangan
Dalam penghidupan sehari-hari, kehidupan sehari-hari
Antara kuli-kuli yang kembali
Dan perempuan mendaki tepi sungai kesayangan
Serta anak-anak berenangan tertawa tak berdosa
Di bawah bayangan samar istana kejang
Layung-layung senja melambung hilang
Dalam hitam malam menjulur tergesa
Di bawah bayangan samar istana kejang
Layung-layung senja melambung hilang
Dalam hitam malam menjulur tergesa
Sumber-sumber murni menetap terpendam
Senantiasa diselaputi bumi keabuan
Serta senjata dan tangan menahan napas lepas bebas
0, kota kekasih setelah senja
Kota kediamanku, kota kerinduanku
Senantiasa diselaputi bumi keabuan
Serta senjata dan tangan menahan napas lepas bebas
0, kota kekasih setelah senja
Kota kediamanku, kota kerinduanku
ODE I
Toto Sudarto Bahtiar
Toto Sudarto Bahtiar
katanya, kalau sekarang aku harus berangkat
kuberi pacarku peluk penghabisan yang berat
aku besok bisa mati, kemudian diam-diam
aku mengendap di balik sendat kemerdekaan dan malam
kuberi pacarku peluk penghabisan yang berat
aku besok bisa mati, kemudian diam-diam
aku mengendap di balik sendat kemerdekaan dan malam
malam begini beku, dimanakah tempat terindah
buat hatiku yang terulur padamu megap dan megah
O, tanah
tanahku yang baru terjaga
buat hatiku yang terulur padamu megap dan megah
O, tanah
tanahku yang baru terjaga
malam begini sepi dimanakah tempat yang terbaik
buat peluru pistol di balik baju cabik
0, tanah di mana mesra terpendm rindu
kemerdekaan yang mengembara kemana saja
buat peluru pistol di balik baju cabik
0, tanah di mana mesra terpendm rindu
kemerdekaan yang mengembara kemana saja
ingin aku menyanyi kecil, tahu betapa tersandarnya
engkau pada pilar derita, megah napasku di gang tua
menuju kubu musuh di kota sana
aku tak sempat hitung langkahku bagi jarak
engkau pada pilar derita, megah napasku di gang tua
menuju kubu musuh di kota sana
aku tak sempat hitung langkahku bagi jarak
mungkin pacarku kan berpaling
dari wajahku yang terpaku pada dinding
tapi jam tua, betapa pelan detiknya kudengar juga
di tengah malam yang begini beku
dari wajahku yang terpaku pada dinding
tapi jam tua, betapa pelan detiknya kudengar juga
di tengah malam yang begini beku
teringat betapa pernyataan sangat tebalnya
coretan-coretan merah pada tembok tua
betapa lemahnya jari untuk memetik bedil
membesarkan hatimu yang baru terjaga
coretan-coretan merah pada tembok tua
betapa lemahnya jari untuk memetik bedil
membesarkan hatimu yang baru terjaga
Kalau serang aku harus ergi, aku hanya tahu
kawan-kawanku akan terus maju
tak berpaling dari kenangan pada dinding
O, tanah dimana tempat yang terbaik buat hati dan hidupku
kawan-kawanku akan terus maju
tak berpaling dari kenangan pada dinding
O, tanah dimana tempat yang terbaik buat hati dan hidupku
ODE II
Toto Sudarto Bahtiar
Toto Sudarto Bahtiar
dengar, hari ini ialah hari hati yang memanggil
dan derap langkah yang berat maju ke satu tempat
dengar, hari ini ialah hari hati yang memanggil
dan kegairahan hidup yang harus jadi dekat
dan derap langkah yang berat maju ke satu tempat
dengar, hari ini ialah hari hati yang memanggil
dan kegairahan hidup yang harus jadi dekat
berhenti menangis, air mata kali ini hanya buat si tua
renta
atau menangis sedikit saja
buat sumpah yangtergores pada dinding-dinding
yang sudah jadi kuning dan jiwa-jiwa yang sudah mati
atau menangis sedikit saja
buat sumpah yangtergores pada dinding-dinding
yang sudah jadi kuning dan jiwa-jiwa yang sudah mati
atau buat apa saja yang dicintai dan gagal
atau buat apa saja
yang sampai kepadamu waktu kau tak merenung
dan menampak jalan yang masih panjang
atau buat apa saja
yang sampai kepadamu waktu kau tak merenung
dan menampak jalan yang masih panjang
dengar, hari ini ialah hari hatiku yangmemanggil
mata-mata yang berat mengandung suasana
membersit tanya pada omong-omong orang lalu
mengenangkan segenap janji yang dengan diri kita menyatu
mata-mata yang berat mengandung suasana
membersit tanya pada omong-omong orang lalu
mengenangkan segenap janji yang dengan diri kita menyatu
dengarlah, o, tanah di mana segala cinta merekamkan dirinya
tempat terbaik buat dia
ialah hatimu yang kian merah memagutnya
kala hdia terbaring di makam senyap pangkuanmu *
tempat terbaik buat dia
ialah hatimu yang kian merah memagutnya
kala hdia terbaring di makam senyap pangkuanmu *
*kenangan buat matinya seorang pejuang
Batu
Belah (kabaran)
Amir
Hamzah
Dalam rimba rumah sebelah
Teratak
bambu terlampau tua
Angin menyusup di lubang tepas
Bergulung naik di sudut sunyi
Kayu tua membetul tinggi
Membukak puncak jauh diatas
Bagai perarakan melintas negeri
Payung menaung jamala raja
Ibu papa beranak seorang
Manja bena terada-ada
Lagu lagak tiada disangkak
Mana tempat ibu meminta.
Telur kemahang minta carikan
Untuk lauk di nasi sejuk
Tiada sayang;
Dalam rimba telur kemahang
Mana daya ibu mencari
Mana tempat ibu meminta
Anak lasak mengisak panjang
Menyabak merunta mengguling diri
Kasihan ibu berhancur hati
Lemah jiwa karena cinta
Dengar…………….dengar!
Dari jauh suara sayup
Mengalun sampai memecah sepi
Menyata rupa mengasing kata
Rang………rang…………rangkup
Rang………rang…………rangkup
Batu belah batu bertangkup
Ngeri berbunyi berganda kali
Diam ibu berpikir panjang
Lupa anak menangis hampir
Kalau begini susahnya hidup
Biar ditelan batu bertangkup
Kembali pula suara bergelora
Bagai ombak datang menampar
Macam sorak semarai rampai
Karena ada hati berbimbang
Menyabut ibu sambil tersedu
Meragu langsing suara susah:
Batu belah batu dertangkup
Batu tepian tempat mandi
Insya Allah tiadaku takut
Sudan demikian kuperbuat janji
Bangkit bonda bedalan pelan
Tangis anak bertambah kuat
Rasa risau dermaharajalela
Mengangkat kaki melangkah cepat
Jauh ibu lenyap di mata
Timbul takut di hati kecil
Gelombang bimbang mengharu pikir
Berkata jiwa menanya bonda
Lekas pantas memburu ibu
Sambil tersedu rindu berseru
Dari sisi suara sampai
Suara raya batu bertangkup.
Lompat ibu ke mulut batu
Besar terbuka menunggu mangsa
Tutup terkatup mulut ternganga
Berderak-derik tulang-belulang
Terbuka pula,merah basah
Mulut maut menunggu mangsa
Lapar lebar tercingah pangah
Meraung riang mengecap sedap………….
Tiba dara kecil sendu
Menangis pedih mencari ibu
Terlihat cerah darak merah
Mengerti hati bonda tiada
Melompat dara kecil sendu
Menurut hati menaruh rindu……….
Batu belah, batu bertangkup
Batu tepian tempat mandi
Insya Allah tiadaku takut
Sudan demikian kuperbuat janji.
Angin menyusup di lubang tepas
Bergulung naik di sudut sunyi
Kayu tua membetul tinggi
Membukak puncak jauh diatas
Bagai perarakan melintas negeri
Payung menaung jamala raja
Ibu papa beranak seorang
Manja bena terada-ada
Lagu lagak tiada disangkak
Mana tempat ibu meminta.
Telur kemahang minta carikan
Untuk lauk di nasi sejuk
Tiada sayang;
Dalam rimba telur kemahang
Mana daya ibu mencari
Mana tempat ibu meminta
Anak lasak mengisak panjang
Menyabak merunta mengguling diri
Kasihan ibu berhancur hati
Lemah jiwa karena cinta
Dengar…………….dengar!
Dari jauh suara sayup
Mengalun sampai memecah sepi
Menyata rupa mengasing kata
Rang………rang…………rangkup
Rang………rang…………rangkup
Batu belah batu bertangkup
Ngeri berbunyi berganda kali
Diam ibu berpikir panjang
Lupa anak menangis hampir
Kalau begini susahnya hidup
Biar ditelan batu bertangkup
Kembali pula suara bergelora
Bagai ombak datang menampar
Macam sorak semarai rampai
Karena ada hati berbimbang
Menyabut ibu sambil tersedu
Meragu langsing suara susah:
Batu belah batu dertangkup
Batu tepian tempat mandi
Insya Allah tiadaku takut
Sudan demikian kuperbuat janji
Bangkit bonda bedalan pelan
Tangis anak bertambah kuat
Rasa risau dermaharajalela
Mengangkat kaki melangkah cepat
Jauh ibu lenyap di mata
Timbul takut di hati kecil
Gelombang bimbang mengharu pikir
Berkata jiwa menanya bonda
Lekas pantas memburu ibu
Sambil tersedu rindu berseru
Dari sisi suara sampai
Suara raya batu bertangkup.
Lompat ibu ke mulut batu
Besar terbuka menunggu mangsa
Tutup terkatup mulut ternganga
Berderak-derik tulang-belulang
Terbuka pula,merah basah
Mulut maut menunggu mangsa
Lapar lebar tercingah pangah
Meraung riang mengecap sedap………….
Tiba dara kecil sendu
Menangis pedih mencari ibu
Terlihat cerah darak merah
Mengerti hati bonda tiada
Melompat dara kecil sendu
Menurut hati menaruh rindu……….
Batu belah, batu bertangkup
Batu tepian tempat mandi
Insya Allah tiadaku takut
Sudan demikian kuperbuat janji.
Permainanmu
Amir Hamzah
Kau keraskan
kalbunya
Bagai batu membesi benar
Timbul telangkaimu bertongkat urat
Ditunjang pengacara petah pasih
Bagai batu membesi benar
Timbul telangkaimu bertongkat urat
Ditunjang pengacara petah pasih
Dihadapanmu
lawanmu
Tongkatnya melingkar merupa ular
Tangannya putih, putih penyakit
Kekayaanmu nyata, terlihat terang
Tongkatnya melingkar merupa ular
Tangannya putih, putih penyakit
Kekayaanmu nyata, terlihat terang
Kekasihmu ditindasnya terns
Tangan,tapi tersembunyi
Mengunci bagi paten
Kalbu ratu rat rapat
Tangan,tapi tersembunyi
Mengunci bagi paten
Kalbu ratu rat rapat
Kau pukul raja-dewa
Sembilan cambuk melecut dada
Putera-mula peganti diri
Pergi kembali ke asal asli
Sembilan cambuk melecut dada
Putera-mula peganti diri
Pergi kembali ke asal asli
Bertanya aku kekasihku
Permainan engkau permainkan
Kau tulis kau paparkan
Kau sampaikan dengan lisan
Permainan engkau permainkan
Kau tulis kau paparkan
Kau sampaikan dengan lisan
Bagaimana aku menimbang
Kau lipu lipatkan
Kau kelam kabutkan
Kalbu ratu dalam genggammu
Kau lipu lipatkan
Kau kelam kabutkan
Kalbu ratu dalam genggammu
Kau hamparkan badan
Ditubir bibir pantai permai
Raja ramses penaka durjana
Jadi tanda di hari muka
Ditubir bibir pantai permai
Raja ramses penaka durjana
Jadi tanda di hari muka
Bagaimana
aku menimbang
Kekasihku astana sayang
Ratu restu telaga sempurna
Kekasihku mengunci hati
Bagi tali disimpul
Kekasihku astana sayang
Ratu restu telaga sempurna
Kekasihku mengunci hati
Bagi tali disimpul
TETEPI
AKU
Amir Hamzah
Tersapu
sutera pigura
dengan nilam hitam kelam
berpadaman lentera alit
beratus ribu di atas langit
dengan nilam hitam kelam
berpadaman lentera alit
beratus ribu di atas langit
Seketika
sekejap mata
segala ada menekan dada
nafas nipis berlindung guring
mati suara dunia cahaya
Gugur badanku lemah
mati api di dalam hati
terhenti dawai pesawat diriku
Tersungkum sujud mencium tanah
Cahaya suci riwarna pelangi
harum sekuntum bunga rahsia
menyinggung daku terhantar sunyi
seperti hauri dengan kapaknya
Rupanya ia mutiara jiwaku
yang kuselami di lautan rasa
Gewang canggainya menyentuh rindu
tetapi aku tiada merasa...
segala ada menekan dada
nafas nipis berlindung guring
mati suara dunia cahaya
Gugur badanku lemah
mati api di dalam hati
terhenti dawai pesawat diriku
Tersungkum sujud mencium tanah
Cahaya suci riwarna pelangi
harum sekuntum bunga rahsia
menyinggung daku terhantar sunyi
seperti hauri dengan kapaknya
Rupanya ia mutiara jiwaku
yang kuselami di lautan rasa
Gewang canggainya menyentuh rindu
tetapi aku tiada merasa...
MABUK
~ Amir Hamzah
Ditayangan
ombak bujang bersela
dijunjung hulu rapuh semata
dikipasi angin bergurau senda
lupakan kelana akan dirinya...
Dimabukkan harum pecah terberai
diulikkan bujuk rangkai-rinangkai
datanglah semua mengungkai simpai
hatimu bujang sekali bisai.
Bulan mengintai di celah awan
bersemayam senyum sayu-sendu
teja undur perlahan-lahan
mukanya merah mengandung malu.
Rumput rendah rangkum-rinangkum
tibun embun turun ke rumpun
lembah-lembah menjunjung harum
mendatangkan kayal bujang mencium.
Melur sekaki dibuaikan sepoi
dalam cahaya rupa melambai
pelik bunga membawaku ragu
layu kupetik bunga gemalai.
Bunga setangkai gemelai permai
dalam tanganku jatuh terserah
kelopak kupandang sari kunilai
datanglah jemu mengatakan sudah...
Bulan berbuni di balik awan
taram-temaram cendera cahaya
teja lari ke dalam lautan
tinggallah aku tiada berpelita.
dijunjung hulu rapuh semata
dikipasi angin bergurau senda
lupakan kelana akan dirinya...
Dimabukkan harum pecah terberai
diulikkan bujuk rangkai-rinangkai
datanglah semua mengungkai simpai
hatimu bujang sekali bisai.
Bulan mengintai di celah awan
bersemayam senyum sayu-sendu
teja undur perlahan-lahan
mukanya merah mengandung malu.
Rumput rendah rangkum-rinangkum
tibun embun turun ke rumpun
lembah-lembah menjunjung harum
mendatangkan kayal bujang mencium.
Melur sekaki dibuaikan sepoi
dalam cahaya rupa melambai
pelik bunga membawaku ragu
layu kupetik bunga gemalai.
Bunga setangkai gemelai permai
dalam tanganku jatuh terserah
kelopak kupandang sari kunilai
datanglah jemu mengatakan sudah...
Bulan berbuni di balik awan
taram-temaram cendera cahaya
teja lari ke dalam lautan
tinggallah aku tiada berpelita.
06 Nyanyian Kabir II
Toto Sudarto
Bachtiar
Ceritakan, undanku, kabaranmu kawi
Dari mana datangmu? Kemana terbangmu?
Di mana engkau berhenti melipat sayapmu?
Pada siapa engkau nyanyikan laguan
malammu?
Kalau nanti pagi-pagi engkau terjaga, undanku
Terbang, melayang tinggi dan ikut
jalanku.
Ikutkan daku ke negeri sana, mana susah dan was-was
Tiada mungkin bernafas, dan maut,
Malaikat hitam, tiada lagi memberi
negeri
Musim cuaca lagi membunga di pucuk kayu
Harum panas ditebar angin sepoi:
Aku di dalamnya, ia di dalamku.
Kumbang hatiku menyelam dalam bunga
Dan tiada berhasrat lagi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar