Telah Rapuh tulang-tulangmu
yang dahulu kau gunakan
untuk memberikan kami sesuap nasi
untuk menunaikan kewajibanmu sebagai kepala keluarga
Kini… kau berdaya lagi melakukan semuanya
kini… kau hanya mampu memberikan kami nasehat
kini… kau hanya mampu mengucapkan doa yang tulus untuk kami
untuk anak yang telah kau besarkan dengan kerja kerasmu
Ayah….
Air mata ini tak mampu membalas semuanya
semua yang kau lakukan untuk hidup kami
semua yang kau berikan kepada kami
Ayah…
Kasih sayang mu takkan mampu tergantikan orang lain
Perhatian yang kau berikan kepada kami takkan pernah kami lupakan
Walaupun kadang kami tidak mengindahkan semua yang kau berikan
Kadang kami tak pernah menghargai semua yang kau berikan
Kini, kamilah yang harus melakukan semuanya
Kamilah yang harus membalas semuanya
Kamilah yang harus memperhatikanmu…
Ayah….
Izinkanlah kami menjadi anak yang berbakti kepadamu
Anak yang tak melupakan kasih sayangmu
Izinkanlah kami untuk membahagiakanmu
Meskipun kami sadar
itu semua tidak bisa membayar semua yang telah kau berikan
dan kami sadar, nyawapun takkan mampu membalas semuanya…
Terima kasih ayah…
Kini kami menjadi orang yang mampu berdiri
kini kami mampu menjadi orang yang mandiri
kini kami mampu menapaki hidup dengan doa dan kasih sayangmu…
Minggu, 07 Oktober 2012
BULAN SIANG (aliran ekspresionisme)
Ini masih pagi ketika seseruput teh memanggang
matahari
Dan ini masih siang yang menggantung bulan pada
jaring-jaring yang mendung
Ini masih sore yang terlalu cepat.
sementara
pada pagi engkau menjadi senja yang akan tekur pada gelap.
Malam tak meresap panas
tapi selalu menerus terang
kita
seringkalinya terbelalak di pagi hari serupa purnama lansia.
DISINI
Meski sampai kapan pun aku menunggu
Menunggu hingga entah kapan
Aku selalu berharap tiba pada kalimat ini,
"Teruntuk Jusmiati Rachman, Wanitaku.."
Ya, entah akankah itu menjadi pernah.
Menunggu hingga entah kapan
Aku selalu berharap tiba pada kalimat ini,
"Teruntuk Jusmiati Rachman, Wanitaku.."
Ya, entah akankah itu menjadi pernah.
MUNGKIN
Mungkin harusnya bukan pada orang
sepertimu
aku meluruh hati
Tapi apa pula kuasa akal atas apa
yang dirasa jika sudah buncah.
Paling pun cuma prinsip yang akan
tinggal mengekar satu-satunya.
Mungkin harusnya bukan pada orang
sepertimu
kusembahkan simpul terdalam sebuah
senyum.
Kadang
orang bilang, sudah cukup sesemat kecil di ujung bibirku
merenda rasa.
Namun mendadak itu menjelma hukum keliru.
: Kau tanpa geming!
Mungkin harusnya bukan pada orang sepertimu
aku menatap hangat pagi ini,
menawarkan secangkir kopi dan
kau sambut gelengan kecil.
Tapi entah kenapa ini sudah terjadi saja.
Begitu saja.
Entah!
merenda rasa.
Namun mendadak itu menjelma hukum keliru.
: Kau tanpa geming!
Mungkin harusnya bukan pada orang sepertimu
aku menatap hangat pagi ini,
menawarkan secangkir kopi dan
kau sambut gelengan kecil.
Tapi entah kenapa ini sudah terjadi saja.
Begitu saja.
Entah!
Langganan:
Postingan (Atom)