Minggu, 07 Oktober 2012

Aku Cinta Ayah

Telah Rapuh tulang-tulangmu
yang dahulu kau gunakan
untuk memberikan kami sesuap nasi
untuk menunaikan kewajibanmu sebagai kepala keluarga

Kini… kau berdaya lagi melakukan semuanya
kini… kau hanya mampu memberikan kami nasehat
kini… kau hanya mampu mengucapkan doa yang tulus untuk kami
untuk anak yang telah kau besarkan dengan kerja kerasmu

Ayah….
Air mata ini tak mampu membalas semuanya
semua yang kau lakukan untuk hidup kami
semua yang kau berikan kepada kami

Ayah…
Kasih sayang mu takkan mampu tergantikan orang lain 

Perhatian yang kau berikan kepada kami takkan pernah kami lupakan
Walaupun kadang kami tidak mengindahkan semua yang kau berikan
Kadang kami tak pernah menghargai semua yang kau berikan

Kini, kamilah yang harus melakukan semuanya
Kamilah yang harus membalas semuanya
Kamilah yang harus memperhatikanmu…

Ayah….
Izinkanlah kami menjadi anak yang berbakti kepadamu
Anak yang tak melupakan kasih sayangmu
Izinkanlah kami untuk membahagiakanmu

Meskipun kami sadar
itu semua tidak bisa membayar semua yang telah kau berikan
dan kami sadar, nyawapun takkan mampu membalas semuanya…

Terima kasih ayah…
Kini kami menjadi orang yang mampu berdiri
kini kami mampu menjadi orang yang mandiri
kini kami mampu menapaki hidup dengan doa dan kasih sayangmu…


BULAN SIANG (aliran ekspresionisme)


Ini masih pagi ketika seseruput teh memanggang matahari
Dan ini masih siang yang menggantung bulan pada jaring-jaring yang mendung
Ini masih sore yang terlalu cepat.
 sementara pada pagi engkau menjadi senja yang akan tekur pada gelap.
Malam tak meresap panas
tapi selalu menerus terang
 kita seringkalinya terbelalak di pagi hari serupa purnama lansia.


DISINI


Meski sampai kapan pun aku menunggu
Menunggu hingga entah kapan
Aku selalu berharap tiba pada kalimat ini,
"Teruntuk Jusmiati Rachman, Wanitaku.."

Ya, entah akankah itu menjadi pernah.

MUNGKIN


Mungkin harusnya bukan pada orang sepertimu 
aku meluruh hati
Tapi apa pula kuasa akal atas apa yang dirasa jika sudah buncah.
Paling pun cuma prinsip yang akan tinggal mengekar satu-satunya.

Mungkin harusnya bukan pada orang sepertimu
kusembahkan simpul terdalam sebuah senyum.
Kadang orang bilang, sudah cukup sesemat kecil di ujung bibirku
merenda rasa.
Namun mendadak itu menjelma hukum keliru.
: Kau tanpa geming!

Mungkin harusnya bukan pada orang sepertimu
aku menatap hangat pagi ini,
menawarkan secangkir kopi dan
kau sambut gelengan kecil.
Tapi entah kenapa ini sudah terjadi saja.
Begitu saja.
Entah!